Drs. Siswandi (Ketua Umum GPAN) : Masalah Narkoba Pemerintah Gagal, Mau Diapakan Negara Ini
Putra penyanyi dangdut Rhoma Irama, Ridho Rhoma kembali mendapat benturan dalam kasus penyalahgunaan narkotika. Dimana Mahkamah Agung kembali memperberat hukuman pedangdut Ridho Rhoma menjadi 1,5 tahun penjara terkait kasus penyalahgunaan narkotika. Seperti yang kita ketahui bersama, dimana Ridho Rhoma Pada 25 Maret 2017, Ridho ditangkap polisi di sebuah hotel di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Dia kedapatan menyimpan narkoba jenis sabu seberat 0,7 gram. Dan pada 19 September 2017, PN Jakbar menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 10 bulan. PN Jakbar juga menetapkan terdakwa menjalankan rehab medis dan sosial di RSKO Cibubur selama 6 bulan 10 hari. Kebebasan Ridho Rhoma kembali terenggut.
Menangapi atas putusan Mahkamah Agung ini Brigjen pol (P) Drs. Siswandi sebagai Ketua Umum Generasi Peduli Anti Narkoba (GPAN) angkat bicara. Menurut dia, Kasus Ridho,dia telah menyelesaikan rehabilitasinya, akan tetapi dia harus menjalani hukumannya kembali selama 1,5 tahun ada apa? Disatu sisi Ridho sudah menjalani hukuman yang dijatuhi oleh pengadilan Jakarta Barat dia sudah selesai rehabilitasinya. “Kenyataannya, Humas Mahkamah Agung mengatakan, proses belum selesai. Karena Jaksa Kasasi. Diluar dugaan, MA memutuskan No 570 memperberat hukuman Ridho menjadi 1,5 tahun. Ini ada apa,” katanya saat memberikan keterangan pers kepada awak media di kantor GPAN Jl, Gunawarman No 75 Jakarta Selatan (26/3/2019).

Diterangkan Siswandi, di UU Narkotik No 35 tahun 2009, pasal 103 sudah menyatakan, hakim wajib dan menghukum rehabilitasi terhadap perkara penyalagunaan narkotika yang dibawa ke pengadilan. ditegaskan Siswandi, bahwa MA suatu lembaga negara dia adalah penasehat Presiden. “Lah kalau MA mengeluarkajn surat edarannya sendiri, ditabrak oleh putusannya sendiriu ia nggak usah buat surat edaran loh. Jadi bingung ini orang. Ini praktisi praktisi hukum harus tau ini,” katanya.
Di sisi lain Siswandi menjelaskan, penyalahgunaan narkotika maupun pecandu narkotika wajib di rehabilitasi. Yang belum proses hukum, bagi korban dan pecandu yang dengan kesadarannya melaporkan diri kepada IPWL tidak dituntut pidana, ini kaena proses hukum. “Setuju nggak Ridho di hukum 2 tahun, setuju. Tapi bukan di penjara tempatnya. Tempatnya di rehabilitasi. Menteri Hukum dan Ham pernah ngomong kok, setuju terhadap para korban penyalahgunaan dan pecandu narkotika untuk di rehabiliutasi. Over kapasitas 62 persen itu tahanan masalah narkoba. Diantara 62 persen itu 22 persen itu korban penyalaguna dan pecandu. Mau diapakan negara ini. Mau menyelamatkan anak bangsa. Katanya 5,8 juta anak Bangsa terkontamina kena narkoba. Ini Pemerintah Gagal. Semeraut, ego sectoral,” ujar Siswandi yang juga Ketua Umum DhipaLaw Firm Dhipa Adista Justicia.
Sebagai Ketua Umum GPAN Siswandi menegaskan, tetap komit, genarasi peduli anti narkoba visi misinya mencari dan menenukan dan mengajak para korban dan pecandu narkotika supaya berobat lewat rehabilutasi. Orang rehabilitasi belum jaminan sembuh. Ini orang kesakitan bagaimana yang tidak di rehabilitasi. Dan lembaga rehabilitasi itu resmi. Bukan abal-abal. “Mari kita fungsikan bersama-sama. Sehingga kita dudukan yang yang sudah terlanjur kena narkoba itu baik korban amupun pecandu dia bisa hidup lagi, pulih dan bahagia masih punya masa depan, tutupnya. Lian