BJ Habibie di Mata Teuku Neta Firdaus

Jakarta, Tak dapat dipungkiri banyak hal positif yang telah dilakukan dan diperbuat BJ Habibie bagi bangsa Indonesia. Hal itu juga diakui masyarakat pada umumnya terutama dalam hal kontribusi pengembangan teknologi penerbangan. Begitu juga dengan Direktur Eksekutif The Jokowi Center, Teuku Neta Firdaus. Teuku Neta Firdaus dalam hal ini mengakui kontribusi BJ Habibie pada bangsa. Berikut beberapa uraian Neta atas kontribusi BJ Habibie terhadap Indonesia.

“Pak Habibie itu adalah Bapak Teknologi yang membuka mata rakyat Indonesia untuk peduli pada teknologi serta iman dan taqwa,” ingat Direktur Eksekutif The Jokowi Center Teuku Neta Firdaus, Kamis (12/9/2019).

Neta menyebutkan masa pemerintahan Habibie sekitar 1 tahun namun dalam waktu pendek tersebut, Habibie sudah mewariskan hal-hal yang dikenang baik pada masa kini dan mendatang. Neta menyebutkan seperti pada 1998, dia tekan Keputusan Presiden untuk mendirikan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Keberadaan lembaga ini adalah salah satu perhatian Habibie serta kekerasan seksual terhadap perempuan pada peristiwa kerusuhan Mei 1998.

“Kita sekarang menikmati kebebasan pers karena andil dari Bapak Habibie,” terang Neta.

Neta menerangkan, Habibie membuka kran-kran demokrasi dengan mencabut undang-undang yang dianggap membatasi kemerdekaan pers seperti Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Sebagai gantinya, pemerintah memberlakukan UU Pers No. 40 tahun 1999 yang menjamin adanya kebebasan pers. Atas jasanya ini, Habibie dikenal sebagai Bapak Demokrasi.

“Wartawan sekarang bisa membentuk media tanpa perlu mengurus SIUPP adalah warisan yang dikenang oleh para penggiat demokrasi,” ucap Neta.

Direktur Eksekutif The Jokowi Center ini juga menyampaikan, di internasional, temuan Habibie perihal progression crack theory atau teori keretakan. Teori inilah yang menyebabkan Habibie dirinya mendapat julukan ‘Mr. Crack’ oleh para ahli.

“Habibie yang visioner mendirikan PT Indonesia Pesawat Terbang Nurtanio pada 1976. Pabrik pesawat itu satu-satunya di Asia Tenggara. Kemudian pada tahun 1985, pabrik tersebut berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), yang sekarang lebih dikenal dengan PT Dirgantara Indonesia,” jelasnya

Neta melanjutkan pada 1998, ada sebutan agar kerikil di dalam sepatu selesai, maka perlu dibuang kerikil itu. Itu adalah tamsilan tentang kondisi Timtim yang merupakan provinsi ke-27 atau terakhir di RI. Habibie setuju diadakan referendum di daerah bekas koloni Portugis.

Setelah 23 tahun bergabung dengan Indonesia, Timor Timur memilih menentukan jalannya sendiri melalui referendum dengan opsi otsus atau merdeka. Alasan Habibie, setiap bangsa berhak untuk menentukan nasibnya sendiri. Lalu Habibie meminta referendum Timor Timur ke Sekjen PBB Kofi Annan pada 27 Januari 1999.

“Habibie juga membentuk ICMI, Bank Muamalat Syariah yang pertama di Indonesia serta koran Repbulika,” pungkas Neta. (Ed/ef)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *